Rabu, 23 Juni 2010

Objek Wisata Pantai Waijarang Ditutup

Sabtu, 15 Mei 2010 | 14:20 WIB
LEWOLEBA, FS -- Obyek wisata Pantai Waijarang di Desa Waijarang, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, ditutup oleh pemilik tanah, Mans Wolor dan Gerardus, sejak sebulan lalu.
Pantauan FloresStar di obyek wisata itu, Kamis (13/5/2010), satu pintu gerbang utama dan dua pintu samping di obyek wisata pantai berpasir putih itu sudah dipalang kayu bulat dan bambu oleh pemilik tanah. Pada tiga pintu itu juga dipasang batang-batang pohon berduri.
Informasi yang diperoleh FloresStar menyebutkan, salah satu obyek wisata di Kabupaten Lembata yang berjarak sekitar 18 kilometer dari Kota lewoleba itu pada tahun 2001 dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nubatukan. Pada tahun 2004 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lembata mengelola obyek wisata pantai tersebut.
Warga Desa Waijarang yang tinggal dekat lokasi obyek wisata Pantai Waijarang, Marsi Amin (64), dan Akbar, (50), saat ditemui di halaman rumah mereka, mengatakan, lokasi wisata itu sudah ditutup oleh pemilik tanah empat minggu lalu. Amin dan Akbar tidak tahu alasan penutupan lokasi wisata tersebut.
Menurut Amin, sejarah pembagian tanah di masa lalu, sesungguhnya tuan tanah sudah tidak memiliki hak lagi atas tanah di tempat wisata itu. Karena pernah ada perjanjian kesepakatan di masa lampau antara para pemilik tanah di wilayah itu bersama orang Boleng dari Pulau Adonara. Dalam kesepakatan itu, jelas Amin, memberikan kewenangan sepenuhnya kepada orang Boleng untuk memanfaatkan tanah itu sebagai lahan pertanian, dan tidak akan diganggu lagi oleh tuan tanah.
"Kalau mau tutup harus orang Boleng, karena dulu pernah ada perjanjian penyerahan hak dari tuan tanah di sini (Waijarang), kepada orang Boleng, untuk mengolah dan menjadi hak milik orang Boleng. Batasnya hingga ke jembatan sana (batas Waijrang-Ndua Ria, Red). Kami tidak tahu mengapa sekarang ada lagi tuan tanah dan menutup tempat wisata itu. Tetapi biarlah karena mungkin dia (pemilik tanah) merasa memiliki hak untuk melakukannya." kata Amin.
Kepala Desa Waijarang, Bernadus Kuma (42), yang ditanya FloresStar saat ditemui di rumahnya, Kamis (13/5/2010), mengatakan, tindakan penutupan tempat wisata Pantai Waijarang oleh pemilik tanah karena sejak dibuka menjadi obyek wisata tahun 2001 oleh Pokdarwis Nubatukan, tidak ada perjanjian atau seremonial adat bersama pemilik tanah.
Demikian selanjutnya, jelas Bernadus, pada tahun 2004, saat Pemerintah Kabupaten (Pemda) Lembata mengucurkan dana melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lembata, untuk pembangunan fasilitas tambahan seperti lopo dan tempat duduk di tempat wisata itu, juga tuan tanah tidak dilibatkan.
"Tempat wisata itu pertama kali dibuka oleh Pokdarwis pada tahun 2001, setelah ada kelompok transmigrasi di Waijarang ini. Tetapi, saat itu dibuka tanpa sepengetahuan pemilik tanah. Sama halnya saat Pemkab Lembata memberi dana untuk pembangunan lopo, tempat duduk, dan penataan lebih lanjut hingga pemungutan karcis, juga tidak ada pertemuan dengan tuan tanah. Sejak saat itu, pengelolaannya diambil alih oleh Pemkab Lembata, dan Pokdarwis tidak lagi kelola," jelas Kuma.
Menyangkut penutupan tempat wisata itu, kata Kuma, sekitar bulan Maret 2010, pemilik tanah Mans Wolor dan Gerardus, mendatangi kepala desa dan menuntut tempat pariwisata dan areal transmigrasi yang ditempati oleh 100 kepala keluarga. Tetapi, kata Kuma, ia menyatakan kepada kedua pemilik tanah, bahwa pihak desa tidak punya hak menjawab tuntutan tersebut, karena mereka ditempatkan oleh Pemkab Lembata.
Kuma menjelaskan, ia pernah mendampingi (memediasi) tuan tanah menemui Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lembata bersama Kepala Bidang Pariwisata, sekitar akhir Maret 2010 lalu. Hasil pertemuan itu, jelas Kuma, muncul penawaran dari tuan tanah agar Pemkab Lembata membayar ganti rugi tempat pariwisata itu sebesar Rp 1 miliar.
"Dari pertemuan itu, pak kadis dan pak kabid, menjanjikan untuk memberikan informasi lanjutan ke desa, setelah konsultasi dengan bupati. Tetapi, setelah tiga minggu berjalan tidak ada informasi dari kabupaten sehingga mereka (tuan tanah), mengambil keputusan untuk menutup tempat wisata itu," kata Kuma. (bb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar